KODE
ETIK PROFESI AKUNTANSI
1.
Kode
Perilaku Profesional
Kode
etik adalah
sistem norma, nilai dan aturan tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang
benar dan apa yang tidak benar serta apa yang baik dan apa yang tidak baik bagi
seseorang. Sedangkan kode etik profesi didefinisikan sebagai pegangan umum
yang mengikat setiap anggota, serta suatu pola bertindak yang berlaku bagi
setiap anggota profesinya.
Perilaku etika merupakan fondasi
profesionalisme modern. Profesionalisme didefinisikan secara luas, mengacu pada
perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk karakter atau memberi ciri suatu
profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode
perilaku yang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.
Garis besar kode etik dan perilaku
professional adalah :
·
Kontribusi untuk masyarakat dan
kesejahteraan manusia.
Prinsip mengenai kualitas hidup semua
orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati
keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi adalah untuk
meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi, termasuk ancaman
terhadap kesehatan dan keselamatan.
·
Hindari menyakiti orang lain.
“Harm” berarti konsekuensi cedera,
seperti hilangnya informasi yang tidak
diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.
·
Bersikap jujur dan dapat dipercaya
Kejujuran merupakan komponen penting
dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara
efektif.
·
bersikap adil dan tidak mendiskriminasi
Nilai-nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip-prinsip
keadilan yang sama dalam mengatur perintah
·
Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak
paten.
Pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia
dagang dan syarat-syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap
keadaan.
·
Menberikan kredit yang pantas untuk
property intelektual.
Komputasi profesional diwajibkan untuk
melindungi integritas dari kekayaan intelektual.
·
Menghormati privasi orang lain
Komputasi dan teknologi komunikasi
memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum
pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.
·
Kepercayaan
Prinsip kejujuran meluas ke masalah
kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit
untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi
tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.
2.
Prinsip-prinsip
Etika
Ø Menurut
IFAC sebagai berikut :
a) Integritas.
Seorang akuntan profesional harus
bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.
b) Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya
tidak boleh membiarkan terjadinya bias,
konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan
pertimbangan bisnis dan profesional.
c) Kompetensi
profesional dan kehati-hatian.
Seorang akuntan professional mempunyai
kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara
berkelanjutan pada tingkat yang diperlukan untuk menjamin seorang klien atau
atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.
Seorang akuntan profesional harus
bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar professional dan teknik
yang berlaku dalam memberikan jasa profesional.
d) Kerahasiaan.
Seorang akuntan profesional harus
menghormati kerhasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan
profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada
pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban
hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.
e) Perilaku
Profesional.
Seorang akuntan profesional harus patuh
pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan
yang dapat mendiskreditkan profesi.
Ø Menurut
AICPA sebagai berikut :
a)
Tanggung
Jawab
Dalam
melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai professional, anggota harus
menerapkan penilaian professional dan moral yang sensitif dalam segala
kegiatannya.
b)
Kepentingan
Umum
Anggota
harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak dengan cara yang dapat melayani
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
terhadap profesionalisme.
c)
Integritas
Untuk
mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat, anggota harus melakukan
semua tanggung jawab professional dengan integritas tertinggi.
d)
Objectivitas
dan Independensi
Seorang
anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik
kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab professional. Seorang anggota
dalam praktik publik harus independen dalam penyajian fakta dan tampilan ketika
memberikan layanan audit dan jasa atestasi lainnya.
e)
Due
Care
Seoarng
anggota harus mematuhi standar teknis dan etis profesi, berusaha terus menerus
untuk menigkatkan kompetensi dan layanan dalam melaksanakan tanggung jawab
professional dengan kemampuan terbaik yang dimiliki anggota.
f)
Sifat dan Cakupan Layanan
Seorang
anggota dalam praktik publik harus memerhatikan Prinsip-prinsip dari Kode Etik
Profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan.
Ø Menurut IAI sebagai berikut :
a) Integritas
Integritas berkaitan dengan profesi
auditor yang dapat dipercaya karena menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran. Integritas tidak hanya
berupa kejujuran tetapi juga sifat dapat dipercaya,
bertindak adil dan berdasarkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini
ditunjukkan oleh auditor ketika memunculkan keunggulan personal ketika
memberikan layanan profesional kepada instansi tempat
auditor bekerja dan kepada auditannya.
b) Obyektivitas
Auditor yang obyektif adalah auditor
yang tidak memihak sehingga independensi profesinya dapat
dipertahankan. Dalam mengambil keputusan atau tindakan, ia
tidak boleh bertindak atas dasar
prasangka atau bias, pertentangan kepentingan,
atau pengaruh dari pihak lain. Obyektivitas
ini dipraktikkan ketika auditor mengambil keputusan-keputusan dalam
kegiatan auditnya. Auditor yang obyektif adalah auditor yang mengambil
keputusan berdasarkan seluruh bukti yang tersedia, dan bukannya karena pengaruh
atau berdasarkan pendapat atau prasangka pribadi maupun tekanan dan
pengaruh orang lain.
c) Kompetensi
dan Kehati-hatian
Agar dapat memberikan layanan audit yang
berkualitas, auditor harus memiliki dan mempertahankan kompetensi dan
ketekunan. Untuk itu auditor harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keahlian
profesinya pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
instansi tempat ia bekerja atau auditan dapat
menerima manfaat dari layanan profesinya berdasarkan pengembangan praktik, ketentuan,
dan teknik-teknik yang terbaru.
Berdasarkan prinsip dasar
ini, auditor hanya dapat melakukan
suatu audit apabila ia memiliki kompetensi yang diperlukan atau
menggunakan bantuan tenaga ahli yang kompeten
untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara
memuaskan.
d) Kerahasiaan
Auditor harus mampu
menjaga kerahasiaan atas informasi yang
diperolehnya dalam melakukan audit, walaupun
keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara
terbuka dan transparan. Informasi tersebut merupakan hak milik auditan, untuk
itu auditor harus memperoleh persetujuan khusus apabila akan mengungkapkannya,
kecuali adanya kewajiban pengungkapan karena peraturan perundang-undangan.
Kerahasiaan ini harus dijaga sampai
kapanpun bahkan ketika auditor telah berhenti bekerja pada instansinya.
Dalam prinsip kerahasiaan ini juga,
auditor dilarang untuk menggunakan informasi yang
dimilikinya untuk kepentingan pribadinya,
misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.
e) Prinsip
kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut:
Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak
yang berwenang, seperti auditan dan instansi tempat ia bekerja. Dalam melakukan
pengungkapan ini, auditor harus mempertimbangkan kepentingan seluruh pihak,
tidak hanya dirinya, auditan, instansinya saja, tetapi juga termasuk pihak-pihak lain yang
mungkin terkena dampak dari pengungkapan informasi ini.
f) Ketepatan
Bertindak
Auditor harus dapat bertindak
konsisten dalam mempertahankan reputasi profesi serta lembaga
profesi akuntan sektor publik dan menahan diri dari setiap tindakan yang dapat
mendiskreditkan lembaga profesi atau dirinya sebagai auditor profesional. Tindakan-tindakan
yang tepat ini perlu dipromosikan melalui kepemimpinan dan keteladanan. Apabila
auditor mengetahui ada auditor lain melakukan tindakan yang tidak benar,
maka auditor tersebut harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan
untuk melindungi masyarakat, profesi, lembaga profesi,
instansi tempat ia bekerja dan anggota profesi lainnya dari
tindakan-tindakan auditor lain yang tidak benar tersebut.
g) Standar
teknis dan professional
Auditor harus melakukan audit
sesuai dengan standar audit yang berlaku, yang
meliputi standar teknis dan profesional yang relevan. Standar ini ditetapkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. Pada
instansi-instansi audit publik, terdapat juga standar audit yang mereka
tetapkan dan berlaku bagi para auditornya, termasuk
aturan perilaku yang ditetapkan oleh instansi tempat
ia bekerja. Dalam hal terdapat perbedaan
dan/atau pertentangan antara standar audit dan aturan profesi dengan standar
audit dan aturan instansi, maka permasalahannya
dikembalikan kepada masing-masing lembaga penyusun standar dan
aturan tersebut
3.
Aturan dan Interpretasi Etika
Ø Aturan Etika :
·
Independensi,
Integritas, dan Obyektifitas
·
Standar
Umum dan Prinsip Akuntansi
·
Tanggungjawab
kepada Klien
·
Tanggungjawab
kepada Rekan Seprofesi
·
Tanggung
jawab dan praktik lain
Ø Interpretasi Etika :
Dalam
prakteknya tak ada etika yang mutlak.Standar etika pun berbeda-beda pada
sebuahkomunitas sosial, tergantung budaya, norma,dan nilai-nilai yang dianut
oleh komunitas tersebut. Baik itu komunitas dalam
bentuknya sebagai
sebuah kawasan regional, negara,agama, maupun komunitas group. Tak adaetika
yang universal.
4.
Contoh Kasus – Kode Etik Profesi
Akuntansi
Sembilan KAP
yang dianggap melakukan koalisi dengan kliennya
Jakarta, 19
April 2001. Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut
Sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas
Keuangan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahum 1995 – 1997.
Koordinator
ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan
temuan BPKP, Sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36
bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit.
Hasil audit
tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank – bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank – bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999.
Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT
& M, H & R, JM & R, PU & R, RY , S & S, SD &R, dan RBT
& R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.
Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa
untuk memoles laporannnya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan
kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak
kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga,
hasil laporan KAP itu bukan sekedar “human error” atau kesalahan dalam
penulisan laporan keungan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang coba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi.
Teten juga
menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan administratif
meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW
mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan
KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai. Kesembilan KAP itu telah melanggar
standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat,
misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu
singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan
administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan
publik itu,” tegasnya. Menurut Teten, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari
kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya
yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Analisa:
Dalam kasus
diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi akuntan.
·
Kode etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama
tentang tanggung jawab profesi.
Prinsip
tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan sebagai pemberi jasa
professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai jasa mereka termasuk
masyarakat dan juga pemegang saham.
Dalam kasus
ini, dengan menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan
yang diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat
dipercaya dalam penyajian laporan keuangan.
·
Kode etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip
kepentingan publik.
Prinsip
kepentingan publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa
bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Dalam kasus
ini, para akuntan dianggap telah menghianati kepercayaan publik dengan
penyajian laporan keuangan yang direkayasa.
·
Kode etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip
integritas
Prinsip
integritas yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap
anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas
setinggi mungkin.
Dalam kasus
ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan berterus terang kepada
masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan kliennya.
·
Kode etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip
objektifitas.
Prinsip
objektifitas yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Dalam kasus
ini, sembilan KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah
bertindak berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak
dapat memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepingan pihak lain.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar