PENDAHULUAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN
1.
Pengertian
Etika
Istilah “etika” secara etimologis berasal
dari bahasa Yunani adalah “ethos”
yang berarti adat kebiasaan, cara
berkipikir, sikap dan watak. Istilah etika pertama kali
diperkenalkan oleh filsuf Yunani, Aristoteles melalui karyanya yang berjudul Etika Nicomachiea. Buku tersebut
berisikan tentang ukuran-ukuran perbuatan.
Kemudian
diturunkan kata ethics (Inggris),
etika (indonesia). Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), menjelaskan pengertian
etika dengan membedakan tiga arti, yakni: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk,
kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah.
Berikut
ini merupakan pengertian etika menurut para ahli, sebagai berikut:
a. Drs.
Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat: Etika adalah
teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan
buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal.
b. K. Bertens: Etika adalah nilai-nilai
atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Contohnya etika orang Jawa dan etika orang
Sulawesi atau etika orang Bugis Makassar "Siri na Pacce"
c. Karl
Barth: Etika adalah sebanding dengan moral, dimana keduanya merupakan filsafat
tentang adat kebiasaan.
Berdasarkan
keterangan diatas, pengertian etika dapat disimpulkan sebagai berikut: “Etika
adalah ilmu yang membahas tentang adat kebiasaan manusia yang dipandang dari
segi baik dan buruk ataupun benar dan salah, sejauh yang dapat ditentukan oleh
akal”.
2.
Prinsip-prinsip
Etika
Berdasarkan buku yang berjudul “The
Great Ideas“ yang diterbitkan pada tahun 1952, dalam buku tersebut diringkas
menjadi 6 prinsip dan merupakan landasan prinsipil dari etika. Prinsip-prinsip
tersebut adalah:
a. Prinsip
keindahan
Prinsip yang didasari rasa senang terhadap
keindahan, Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai
keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya
dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih
bersemangat untuk bekerja.
b. Prinsip
persamaan
Persamaan
antara manusia yang satu dengan yang lain merupakan hakekat kemanusiaan. Setiap
manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama,
sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan,
persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar
apapun.
c. Prinsip
kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk
selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti
hormat-menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia
pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan
dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan
kebaikan bagi masyarakat.
d. Prinsip
keadilan
Keadilan
adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa
yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini
mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil
sesuatu yang menjadi hak orang lain.
e. Prinsip
kebebasan
Kebebasan muncul sebagai
keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan
pilihannya sendiri. Kebebasan manusia adalah kemampuan untuk menentukan
sendiri, kesanggupan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, syarat yang
memungkinkan manusia untuk melaksanakan pilihan-pilihannya beserta konsekuensi
dari pilihan itu sendiri. Oleh karena itu tidak ada kebebasan tanpa tanggung
jawab dan tidak ada tanggung jawab tanpa kebebasan. Semakin besar kebebasan
yang kita miliki semakin besar pula tanggung jawab yang kita pikul.
f. Prinsip
kebenaran
Kebenaran
biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang
logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran
itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat. Tidak setiap kebenaran dapat
diterima sebagai suatu kebenaran apabila belum dapat dibuktikan.
3.
Basis Teori Etika
1) Etika
Teleologi
Berasal dari kata Yunani adalah “telos” yang berarti tujuan. Tujuan dalam
mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan
itu. Terdapat dua aliran etika teleologi yang harus dipahami
yaitu:
a) Egoisme
Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa
tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan
memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang
adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme
ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika
kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai
kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
b) Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari
bahasa latin adalah “utilis” yang
berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika
membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu
dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan
adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan
terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
2) Deontologi
Istilah deontologi berasal dari
kata Yunani adalah “deon”
yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus
ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab: ‘karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang
menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan
deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah
satu teori etika yang terpenting.
3) Teori
Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori hak merupakan
suatu aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak
didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena
itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
4) Teori
Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak
seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau
jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai berikut: disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan:
a.
Kebijaksanaan
b.
Keadilan
c.
Suka bekerja keras
d.
Hidup yang baik
4.
Egoism
Egoism merupakan suatu bentuk
ketidak adilan kepada orang lain. Dengan arti lain, egoism adalah tindakan dari
setiap orang untuk mempertahankan dan meningkatkan kepentingan pribadi atau
untuk memajukan dirinya sendiri. Istilah lainnya yang sangat dikenal yaitu
egois.
Egoism atau yang sering dikenal
egois menurut saya tidak cocok dengan kegiatan manusia sebagai makhluk social,
dikarenakan sangat dibutuhkan adanya sosialisasi dan saling menghargai untuk
menjalani kehidupan sehari-hari utamanya dalam perkuliahan maupun pekerjaan.
5.
Contoh Kasus – Pendahuluan Etika
dalam Tinjauan
·
Etika
dalam Belajar
Dunia pendidikan sangat berkaitan erat
dengan nilai-nilai etika. Dalam pendidikan yang didalamnya terdapat proses
belajar mengajar, istilah etika menunjukkan posisinya sebagai landasan dasar
yang penting. Bagaimana sikap dan tingkah laku seorang pendidik maupun yang
dididik dalam proses penyampaian ilmu yang menentukan seberapa besar ilmu
tersebut dapat terserap.
Etika dalam kaitanya dengan belajar dan
mengajar bertujuan mengarahkan bagaimana proses belajar dan mengajar yang
sebenarnya, tentu saja dengan adanya pedoman yang jelas, maka diharapkan dapat
menghasilkan out put yang maksimal terutama para anak didik yang berilmu
sekaligus beriman dan beretika. Dalam proses belajar mengajar tentunya
diperlukan suatu tatanan dan keteraturan guna mencapai hasil yang maksimal.
Etika disini mengambil peranan yang penting, karena dengannya peraturan dan
tatanan terbentuk.
·
Etika
Dokter terhadap Pasien
Terdapat
4 pasal yang menjelaskan “etika dokter
terhadap pasien”, yaitu:
Ø Pasal
10
Setiap dokter wajib bersikap tulus, ikhlas
dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan, maka atas persutujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada
dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Penjelasan pasal 10, yaitu :
Sikap tulus, ikhlas yang dilandasi sikap
profesional seorang dokter dalam melakukan tugasnya sangat diperlukan karena
sikap ini akan menegakkan wibawa seorang dokter, memberikan kepercayaan dan ketenangan
bagi pasien, sehingga pasien bersikap
kooperatif yang memudahkan dokter dalam
membuat diagnosis, dokter perlu pula bersikap ramah-tamah dan sopan santun terhadap pasien. Dalam melakukan
pemeriksaan dan pengobatan pasien dokter perlu didampingi oleh orang ketiga
untuk mencegah tuduhan terjadinya kasus
pemerasan terhadap dokter
atau pelecehan seksual.
Ø Pasal
11
Setiap dokter harus memberikan
kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan
penasihatnya dalam beribadat atau dalam masalah lainnya.
Penjelasan pasal 11, yaitu :
Dokter yang bijaksana selalu mendalami latar
belakang kehidapan pasiennya, termasuk aspek sosial, ekonomi, mental, intelektual,
dan spritualnya. Dokter berkewajiban
menghormati agama dan keyakinan
pasiennya, termasuk adat-istiadat dan tradisi masyarakat setempat asal
saja tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu kedokteran. Dokter perlu memberi kesempatan bagi pasien untuk bertemu dengan orang-orang
yang dikehendakinya dalam hal bertamu di rumah sakit.
Ø Pasal
12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Penjelasan pasal 12, yaitu :
Hubungan dokter dengan pasien adalah bersifat
konfidensial, percaya-mempercayai dan hormat-menghormati, karena itu dokter berkewajiban
memelihara suasana yang ideal tersebut, dengan antara lain memegang teguh
rahasia jabatan dan pekerjaannya sebagai dokter.
Ø Pasal
13
Setiap dokter wajib memberikan pertolongan
darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain
bersedia dan mampu memberikannya.
Penjelasan pasal 13, yaitu :
Setiap orang wajib melakukan pertolongan
pertama kepada siapapun yang mengalami kecelakaan
atau sakit mendadak, apalagi seorang dokter. Pertolongan yang diberikan tentulah
sesuai kemampuan masing-masing dan sesuai dengan sarana yang tersedia. Di
negara-negara maju banyak dokter yang enggan memberikan pertolongan pertama, karena
sering terjadi bahwa dokter dituntut mengganti kerugian pertolongan yang
diberikan dianggap tidak tepat, menyebabkan cacat atau menimbulkan komplikasi, sehingga
memperlambat penyembuhan. Di negara kita,tuntutan seperti itu diharapkan tidak terjadi,
namun perlu di perhitungkan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar